e>

Minggu, 18 November 2012


“ KETIKA HIDAYAH MENYAPAKU “ Ini adalah kisah perjalanan hidupku yang hingga saat ini tidak bisa kulupakan. Semoga kisahku ini dapat menjadi pelajaran berarti bagi yang membacanya. Seingatku pada saat itu aku masih belia berumur 7 tahun, Aku terlahir dari keluarga Hindu, yang mana mau tidak mau akupun beragama Hindu, di usiaku yg masih anak-anak aku belum paham apa itu agama dan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Sebut saja Kadek namaku...! Aku tinggal di salah satu perkampungan Hindu yang yang berada (sebut saja Kota S namanya), tepatnya di rumah Pamanku. Aku tinggal di rumah pamanku sejak kecil karena kehidupan ekonomi ayah dan ibuku yang tidak memungkinkan. Dalam kasta Hindu aku tergolong kasta yang sangat rendah, Karena kehidupan keluargaku sebagai seorang petani. Sang Hyang Widi adalah tuhanku yang harus kusembah, berbagai macam dewapun sering kudengar dan juga diharuskan untuk disembah. Ada banyak dewa yang aku yakini pada saat itu, masing-masing dewa punya tugas masing-masing dalm kekuasaannya. Sesaji-sesajipun senantiasa harus kusiapkan bersama Paman dan bibiku untuk persembahan kepada Dewa-dewa tersebut. Sejak kecil yaitu ketika duduk di bangku SD, seringkali aku melihat teman-temanku yang beragama Islam datang ke mushalla untuk melakukan aktivitas ibadah mereka, dari mengaji, sembahyang, dan lain-lain. Terbetik dalam hatiku seraya bertanya dalam hati apa yang mereka lakukan di sana, duduk bersila sambil mengucapkan kata-kata yang aku tidak mengetahuinya, seperti istilah-istilah Arab nampaknya. Dan juga kadang aku juga aneh melihat mereka melakukan gerakan-gerakan yang berulang-ulang degan serenta. Seringkali aku datang ke tempat dimana teman-temanku yang beragama Islam mengaji, tentunya tanpa sepengetahuan Paman dan bibiku. Hingga pada suatu ketika di saat aku bermain-main sambil melihat teman-temanku yang beragama Islam sedang mengaji dan belajar sembahyang, pamanku datang untuk menjemputku ke tempat tersebut. Sesampainya di rumah tanpa berfikir panjang aku dicaci, dimaki, dihardik, bahkan dipukul karena aku bergaul dengan teman yang beragama Islam . Gejolak hati silih berganti disaat aku ingat tentang aktivitas teman-temanku yang beragama Islam. Beratnya hati ini beragama Hindu sudah sering kurasakan sejak aku duduk di bangku SD, terutama di saat aku duduk di kelas 4, 5 dan 6 SD, ketika keluargaku mengajakku untuk sembahyang di tempat ibadahku, rasanya aku malas dengan beralasan sakitlah atau banyak tugas dari sekolah atau yang lainnya. Yang penting dengan berbagai cara bagaimana aku tidak ikut untuk sembahyang ke tempat ibadah yang selama ini kuyakini. Seiring waktu berganti, disaat aku duduk di kelas 6, maka akupun pulang ke kampung halamanku, dimana kedua orangtuaku tinggal, yaitu di salah satu daerah yang agak jauh dari Kota S tersebut. Secara otomatis akupun pindah sekolah. Tidak sedikit teman-teman baruku disana yang beragama Islam, terbesit dalam hati, ingin rasanya belajar tentang Islam kepada teman-temanku di sekolah, tapi aku tidak berani dan tidak memungkinkan karena yang mana notabene keluargaku adalah beragama Hindu. Dan jika diketahui oleh Ayah dan Ibuku pasti aku akan dimarah dan dipukul nantinya. Genap sudah 5 bulan aku menetap di rumah kedua orang tuaku, Entah kenapa suatu ketika aku memberanikan diri untuk meninggalkan rumah ke kota lain tanpa sepengetahuan orangtuaku, dengan tujuan aku ingin belajar Islam di tempat lain. Padahal usiaku pada saat itu masih belia, ya… mungkin karena perasaan kebenaran Islam itu adalah fitrah yang tidak bisa dipungkiri. Cemas penuh harap nantinya setelah aku pergi akan ada yang menolongku. Hingga di perjalanan aku bertemu dengan seorang wanita kira-kira 19 tahun umurnya, ketika ia baru selesai bekerja di salah satu restoran yang ada di daerah sekitar Pelabuhan T di Kota S, ya….jika aku tidak salah Ana namanya. Saat itupun juga dia bertanya kepadaku :” Dik, siapa namamu…? , Akupun menjawab: “Kadek namaku. Dia pun bertanya kembali : “Kau ingin pergi kemana..?, Akupun menjawab : “Aku tidak tahu ingin kemana Mbak, yang penting aku ingin pergi, Aku beragama Hindu yang sejak kecil sangat tertarik dengan agama Islam. (dari raut wajahnya nampaknya dia tidak percaya akan kesungguhanku). Berterima kasih aku diperbolehkan bermalam di tempat Mbak ana bekerja, yaitu di Restoran yang tidak mungkin kusebutkan namanya. Dua hari kemudian datanglah 2 lelaki yang tidak pernah ku kenal sebelumnya, anak laki-laki yang baru beranjak remaja, ia mengaku bahwasanya mereka adalah teman dari sahabatku di daerah tempatku tinggal. Aku diajak oleh mereka ke daerah Kota T. Dengan terpaksa akupun ikut dengan mereka, yang kupikir mereka orang baik-baik saja. Sesampainya di kota T tersebut di tempat yang sepi aku tidak menyangka…!, bahwa mereka mempunyai niat busuk dalam hati mereka, yang semula ingin menolong aku, ternyata, ya….mereka ingin merenggut kehormatanku, maklum pada saat aku kelas 6 SD tubuhku sudah seperti anak SMP pada umumnya, sampai-sampai satu diantara mereka berani menamparku, ya… seingatku sebanyak 5 kali tamparan. Tidak hanya itu, merekapun mengancam akan membunuhku jika tidak mau mengikuti ajakan mereka. Dengan hati bergejolak terasa ketakutan, aku coba melindungi diri ini dengan berusaha semaksimal mungkin agar mereka tidak bisa merenggut kehormatanku. Hingga akhirnya aku lari dari mereka, berusaha untuk kembali lagi ke tempat Mbak Ana yang menolongku di wilayah Pelabuhan T, tempat dimana Mbak Ana bekerja. Tepatnya jam 12 malam dengan penuh ketakutan, aku tiba di Restoran tempat Mbak Ana bekerja. Aku lihat pagar terkunci rapat, hingga aku dengan terpaksa menaiki pagar pintu agar aku bisa masuk ke tempat Mbak Ana tinggal. Sesampainya di kos Mbak Ana, diapun terheran dan kaget ketika melihat pipiku biru dan memar-memar seraya bertanya :” Kenapa pipimu dik…? , Dengan terbata-bata aku menjawab :” Aku dipukul oleh orang yang mengajakku kemarin. Dengan perasaan haru Mbak Ana segera menenangkanku, akupun seraya berdoa dan bertutur dalam hati “Aku rela mati asalkan aku tidak kembali ke rumah orang tuaku lagi ”. Aku sangat menyesal tidak menuruti perintah Mbak Ana untuk tetap di tempat dia. Karena keesokan harinya Mbak Ana itu ingin pulang ke kampung halaman dimana orang tuanya tinggal yaitu di kota L, maka akupun ikut dengannya, menempuh 1 jam perjalanan menggunakan kapal laut, akhirnya aku sampai di kota tersebut. Rumah yang ditempatinya sangat sederhana. Kehidupan keluarganya pun sangat sederhana. Aku diterima dengan baik oleh keluarganya mbak Ana, karena mereka melihatku seolah-olah anak terlantar. Iri rasanya melihat ketika Mbak Ana sedang melakukan sembahyang , ingin juga rasanya aku diajari untuk melakukan sembahyang dan lain-lain, tetapi aku enggan karena akupun baru kenal dengannya. Hati ini senantiasa berkecamuk dalam keinginan yang hampa. Beberapa hari di rumah Mbak Ana, ditanyalah aku oleh salah seorang kerabat Mbak Ana yang sudah berumur paruh baya, dimana orang tuamu?...mau kemana kamu?.... Akhirnya dengan penuh pertimbangan laki-laki paruh baya itu, bertanya kepadaku tentang no HP orang tuaku, yang mana pada saat itu aku sudah memiliki HP. Karena permintaan laki-laki paruh baya itu kepada ayahku lewat HP agar besok juga aku dijemput olehnya. Maka keesokan harinya akupun dijemput oleh Ayahku. Sesampainya di rumah aku dimarahi, dicaci, dihardik, dipukul dan tidak diperbolehkan untuk bermain dengan teman yang beragama Islam, sepulang sekolah aku selalu di rumah, tidak diberi keluar, karena kekhawatiran orangtuaku, jangan-jangan aku kabur lagi seperti yang sudah-sudah. Tetapi aku tidak menghiraukan pembicaraan orangtuaku. Selang berlalu,,, Akhirnya aku beranjak remaja, bersekolah di Sekolah Menengah Pertama di tempatku tinggal, berjalan rutinitasku sebagai seorang pelajar seperti biasanya, walaupun hatiku bimbang menjalani dengan ketidak yakinan dalam beragama. Aku coba bertanya-tanya kepada teman-temanku yang beragama Islam tentang syarat-syarat keislaman itu seperti apa, mereka menjawab : Salah satunya harus mengucapkan 2 kalimat syahadat, maka karena besar harapanku untuk memeluk Agama Islam, aku pun mencoba mengucapkannya dengan bantuan teman-teman sekolahku yang beragama Islam, walaupun masih terbata-bata, dan masih ditanggapi main-main oleh teman-temanku, ya tentunya tanpa sepengetahuan teman-temanku yang beragama Hindu, terlebih lagi orang tuaku. Ya…walaupun masih dalam ketakutan dan tentunya belum legalitas adanya. Tepatnya di Kelas III SMP , disaat beranjak dewasa, aku sudah mulai faham jalan mana yang harus aku tempuh, aku berazam dan bertekad untuk mewujudkan impianku sejak dahulu, yaitu menjadi seorang Muslimah. Sejalan dengan rutinitasku di sekolah tanpa sepengetahuan orang tuaku aku bergaul dengan teman-temanku yang beragama Islam. Sekitar awal Oktober tahun 2012, untuk yang kedua kalinya aku nekat kabur lagi dari rumah ke kota L untuk mencari kebenaran agar tidak ada tekanan dari keluargaku, setelah aku tahu di rumah sudah tidak ada orang lagi, karena biasanya orang tuaku pada pagi hari pergi ke kebun. Dengan bantuan teman perempuanku aku diantar ke Pelabuhan tempatku tinggal untuk menyebrang ke kota tempat ku kabur di usia SD dahulu. Akhirnya sampailah aku di Pelabuhan T di kota tujuan. Seseorang laki-laki telah menungguku di Pelabuhan yang pernah mengirimkan uang untuk transportku lewat teman adiknya, laki-laki itu adalah kakak daripada temanku yang pernah bersekolah di tempat aku bersekolah. Laki-laki yang nampaknya faham akan agama Islam yang sebenarnya. Sesampainya aku di kota tersebut aku di titipkan oleh laki-laki tersebut di salah satu Pondok Pesantren, atau…..lebih tepatnya aku sebut Panti Asuhan, karena sebagian besar penghuni Panti Asuhan tersebut terdiri dari anak-anak terlantar dan orang-orang yang tidak mampu. Awalnya aku sangat bahagia disana , diajari surat-surat pendek yang terdapat dalam kitab suci ummat Islam yakni Al-Fatihah, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan al-Kafirun dan tentang agama tentunya. Akan tetati muncul kebimbangan dalam hati dan senantiasa membuat hatiku resah, mengapa sejak aku tinggal di Panti Asuhan tersebut tidak pernah dibimbing untuk melafadzkan 2 kalimat syahadat …..! Karena aku tidak menahu tentang hal itu, akupun mengikuti saja apa pelajaran yang diberikan oleh Pengelola Panti Asuhan tersebut. Selama kurang lebih 3 Minggu lamanya aku tinggal di Panti Asuhan tersebut, disamping banyak pengalaman bahagiaku karena aku sedikit demi sedikit mengenal Agama Islam pengalaman pahitpun sempat kurasakan di sana, berbagai macam ujian yang kualami, dari hilangnya barang-barangku, tertekannya hatiku karena tidak tahu arah. Baru 1 Minggu aku berada di Panti Asuhan tersebut,dan rasanya belum cukup keislamanku hanya sekedar menghafal Surat Al-Fatihah, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan Al-Kafirun, tiba-tiba…. aku ditawarkan oleh istri daripada Pengelola Panti Asuhan tersebut untuk menikah dengan salah seorang ustadz yang sudah beristri. Akupun spontan terkejut dan menjawab tidak, karena aku masih belum cukup umur untuk menjalani kehidupan bahtera Rumah Tangga, dan tentunya aku masih ingin banyak belajar tentang Islam. Tidak hanya itu, 1 Minggu kemudian melalui HP, Pengelola Panti Asuhan itupun menyarankan aku untuk menikah dengan orang yang berkecukupan, ya… lelaki yang kaya raya tandasnya.., kemudian aku memberikan pernyataan bahwa aku ingin masuk Islam bukan karena bukan ingin menikah usia dini, apalagi karena harta kekayaan . Bukan itu tujuan aku belajar Islam. Bukan hanya itu, selang 1 minggu kemudian. Tidak jeranya seorang Pengelola Panti Asuhan ini pun menyarankanku lagi untuk menikah dengan seorang yang tidak aku kenal, apalagi dia sudah beristri, yang letaknya di kota lain. Sampai-sampai ada indikasi yang sifatnya memaksa agar aku mau pergi ke daerah tersebut, dengan alasan bahwa pengelola panti Asuhan juga akan pindah kesana. Terhiris rasanya hati ini…….Berontak rasanya jiwa ini, akan tetapi itu semua di luar kemampuanku, karena pada saat itu statusku menumpang dan tidak tahu harus kemana langkah kaki ini kuayunkan. Pasrah dengan penuh harapan kebahagiaan kan datang. Sering terlintas dalam hati karena begitu resah dan takutnya aku tinggal di Panti Asuhan tersebut ingin rasanya aku pulang ke kampung halaman yaitu di tempat orangtuaku, tapi apa daya kondisiku seperti ini. Karena simpang siurnya kemana dan akan diapakan aku ini, maka ada seorang ibu paruh baya, yang biasa mengajariku mengaji, yang ada hubungan keluarga dengan Pengelola Panti Asuhan tersebut, ya…..bisa kubilang dia nenek, membawaku ke tempat salah seorang keluarganya, yang agak berjauhan dari Panti Asuhan tersebut, yang mana perasaanku mengatakan kenapa aku diperebutkan untuk dimiliki oleh beberapa orang…?. Gundah, gelisah hati ini. Nenek/ Ibu paruh baya inipun berkisah bahwa sebaiknya jika aku ingin menikah, menikahlah dengan seorang yang lajang. Karena pada saat itu yang aku ketahui ibu paruh baya inipun punya maksud dan tujuan ingin menikahkanku dengan anak laki-lakinya yang masih lajang. Tuhan….apa yang terjadi padaku…seraya bertanya-tanya dalam hati. Mulanya keluarga dari ibu paruh baya ini tidak tahu tentang masalahku yang sebenarnya. Dengan terpaksa aku bercerita sebenarnya terhadap Ibu dari beberapa anak itu, yang biasa kusebut bibi. Dari situlah bibi tersebut terharu mendengar ceritaku. Ibu paruh baya itupun yang biasa kusebut nenek dan Pengelola Panti Asuhan itu nampaknya kecewa karena aku telah diambil alih oleh bibi, karena secara tidak langsung mereka menyembunyikanku dari orang-orang yang semestinya bertanggung-jawab, yaitu aparat Desa atau dilaporkan ke Kantor Urusan Agama wilayah setempat. Hingga pada saat yang tidak lama setelah selesai aku bercerita tentang pengalaman hidupku dengan bibi itu, maka bibipun melaporkan kepada salah seorang pengajar di salah satu Pondok Pesantren dimana aku dibawa oleh ibu paruh baya itu. Akupun dinasihati dan diajarkan melafadzkan 2 kalimat syahadat untuk yang kedua kalinya, setelah 2 kalimat syahadat yang pertama aku lafadzkan saat aku SMP dahulu. Bergetar hati ini rasanya ketika 2 kalimat syahadat itu kulafadzkan. Tanpa sadar air mataku pun menetes dengan derasnya. Selang beberapa hari aku tinggal bersama bibi, Seorang pengajar pondok pesantren (atau dalam Agama Islam sering disebut ustadz….) dengan pertimbangan yang matang mencoba menghubungi orang tuaku dan pamanku lewat HP, dengan perdebatan yang sengit dan berbagai macam petentangan dan pendapat-pendapat, yang sebelumnya aku dipaksa untuk kembali lagi ke rumah orang tuaku, karena penjelasan salah seorang ustadz itu tentang kebebasan beragama itu Hak Asasi siapapun, maka dengan berat hati orang tuaku pun menyerahkan dengan seorang ustadz. Dengan pertimbangan orang tuaku, khawatir terjadi hal-hal yang tidak mereka inginkan terhadapku. Beberapa waktu kemudian Ustadz itupun menghubungi bibiku yang berada di kota tersebut melalui HP, bercerita tentang kondisi orangtuaku, haru rasanya jiwa ini, berdebar tatkala bibiku bercerita bahwa aku sedang dicari-cari keluargaku, semua tetanggaku di tempat orang tuaku ribut membicarakanku tentang informasi bahwa aku telah masuk Islam. Yang membuat ku gundah disaat bibi bertutur bahwa Ayah dan Ibuku sempat mengalami sakit yang cukup parah, susah untuk makan dan minum, sampai-sampai 2 ekor sapi ternak yang dipelihara oleh Ayahku mati karena kelaparan, yang tidak lain karena tidak diurus oleh Ayahku. Mendengar berita yang cukup mengagetkan dan meyedihkanku, tanpa berhenti terus mengalir air mataku, terbesit dalam hati, karena naluriku sebagai seorang anak ingin rasanya menjenguk kedua orang tuaku, akan tetapi…jalan yang kutempuh sudah mantab untuk sepenuhnya menyerahkan diri kepada Agama yang mulia ini, yakni agama Islam. Lirih dalam jiwaku berkata aku harus sanggup menjalani cobaan demi cobaan. Dengan bantuan seorang teman ustadz itu, akupun segera diurus dan dilaporkan ke Kantor Desa dan Kantor Urusan Agama untuk terdaftar sebagai penduduk daerah tersebut dan sebagai seorang Muallaf. Bahagia, terharu menjadi satu di saat aku membubuhi tanda tanganku di Surat Keterangan bahwa aku telah Islam, dengan disaksikan oleh Kepala Kampung, Ustadz tersebut dan temannya akupun mengucapkan 2 kalimat syahadat, dengan tertera tanda tangan mereka semua, dan diketahui oleh Kepala KUA daerah tersebut, maka resmilah aku menjadi seorang Muslimah, dan dahulu namaku Kadek sekarang aku berbahagia dan penuh bangga bernamakan AISYAH,,,,Ya…salah satu nama dari istri-istri Nabi umat Islam. Ya…tentunya Istri Nabiku juga saat ini. Dan puji syukur kupanjatkan kehadirat Allah, dengan bantuan masyarakat sekitar dan beberapa donator, akhirnya akupun disekolahkan di salah satu Pondok Pesantren untuk belajar agama lebih dalam, bagaimana mengenal Alloh, bagaimana beribadah, dan tentunya aku sangat bertekad untuk bisa membaca bahkan menghafal ayat-ayat Al-qur’an. Bahagia dan haru saat ini kurasakan, dengan bebasnya aku bisa mengaji, belajar sholat, belajar ilmu dan lain sebagainya. Tidak seperti dahulu di saat aku bersama keluargaku. Lebih membahagiakanku lagi saat aku pergi ke Pondok Pesantren itu banyak dari kalangan tetangga yang mengantarku ke sana, bahagia, haru bercampur menjadi satu. Wahai Ayah….. Wahai Ibu…. Ketahuilah bahwasanya aku sangat merindukan kalian, aku sangat menyayangi kalian, Aku berharap kepada Ayah, Ibu dan semua keluargaku untuk memeluk agama Tuhan yang sebenarnya yaitu Islam. Agama yang dapat menyelamatkan kita, baik di dunia maupun di akhirat. Agama yang diridhoi di sisi Tuhan semesta alam. Wahai Ayah….. Wahai Ibu…. Bedanya agamaku terhadap Ayah dan Ibu bukan berarti aku membenci kalian, bukan aku kurang ajar terhadap kalian, dan bukan juga berarti aku tidak menghargai kalian. Akan tetapi ini adalah bukti cintaku kepada kalian. Agar kiranya suatu saat nanti Hidayah inipun akan segera menyapa kalian. Masuk di dalam syurga bersama ketenangan dan amal-amal kita, tentunya atas dasar kasih sayang Tuhan Rabb yang suci. Wahai para Muslimah……. Disaat kalian menjual agama kalian untuk kepentingan dunia maka aku dengan taruhan nyawa sanggup untuk membelinya…. Wahai Para Muslimah……. Disaat kalian menelantarkan agama kalian, agama Islam yang mulia ini, maka aku dengan susah payah sanggup berusaha untuk menyelamatkannya Wahai Para Muslimah ….. Disaat kalian meremehkan agama kalian, dengan tidak mau melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan tidak mau meninggalkan larangan-larangan-Nya maka aku dengan berat karena tekanan dari keluarga berusaha mengagungkan dan memuliakannya…. Wahai Para Muslimah ….. Disaat kalian mengumbar dan mempertontonkan kehormatan kalian, dengan keikhlasan aku menutupnya rapat-rapat demi kehormatan dan melaksanakan perintah-Nya untuk meraih syurga-Nya.. Wahai Para Muslimah ….. Disaat kalian megenyampingkan ilmu agama kalian, dan tidak maunya mendalami untuk kebahagiaan akhirat, maka aku dengan keikhlasan merengkuhnya erat-erat dan bersimpuh mengharap keridhoaan-Nya. Wahai Para Muslimah ….. Jagalah agama kita ini dengan sungguh-sungguh……dan penuh keikhlasan… Semoga Alloh mengampuni dosa-dosaku selama ini, dan dosa-dosa kalian serta menetapkanku di dalam Agama Islam sampai hari kiamat, dan mati dalam keadaan Mukminah. Saudariku Muslimah…. Sambutlah aku dengan salam hangatmu, dengan akhlak terpujimu, sambutlah aku dengan penuh keikhlasan. Terbetik Dalam Rengkuhan Jiwa Kadek Sumbawati (‘Aisyah)

Senin, 29 Oktober 2012

Setetes air mata yang jatuh karena keinsyafan,Seribu kali lebih baik daripada sejuta mutiara di lautan,Sesaat brsedih karena ingat dosa,Adalah lebih mulia dari pada seharian brsedih karena cinta anak manusia,Sejernih wajah karena wudhu yg sempurna,Adalah lebih bercahaya dari kilauan segunung permata


Harapan Untuk Bakal Sang Suami


Alhamdulillaah…..
Segala Puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian alam.Tuhan Yang Maha Rahman.Maha Rahim.. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah,Muhammad Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam.Allahumma Shalli wa Salim Ala Sayyidina Muhammadin wa Ala aali Sayyidina Muhammadin fi Kulli Lam Hatin wa na Fasinn bi'adadi Kulli Ma'lu Mil Lak.

`*•Yaa Rabbi•*´¯)Ajarilah kami bagaimana memberi sebelum meminta,berfikir sebelum bertindak,santun dalam berbicara,tenang ketika gundah,diam ketika emosi melanda,bersabar dalam setiap ujian.Jadikanlah kami orang yg selembut Abu Bakar Ash-Shiddiq,sebijaksana Umar bin Khattab,sedermawan Utsman bin Affan,sepintar Ali bin Abi Thalib,sesederhana Bilal,setegar Khalid bin Walid radliallahu'anhumღAmiin ya Rabbal'alamin.


Duhai bakal suamiku..

Tak pernah jemu aku menunggu kehadiranmu dalam hidupku,

Tak pernah putus ku berdoa,Moga Allah segera menemukan kita,Aku tahu dirimu juga sedang berdoa,

Aku tahu dirimu juga sedang berusaha mencariku,
Aku tahu dirimu juga sedang merinduiku..

Duhai bakal suamiku..

Aku harap,Selepas kita bertemu,Hatiku terpaut setia padamu,Begitu juga denganmu terpaut setia padaku,Ku harap pertemuan kita diredhai,Seterusnya dihalukan ke jalan cinta kerana Ilahi,Membina mahligai cinta di dunia,Yang dapat kekal sampai ke syurga-Nya..

Ku harap hubungan kita direstui oleh ayah bonda,

Ku harap urusan jodoh kita dipermudahkan..
Apabila kau dan aku sudah disatukan,Ku harap kau menjadi suami soleh,
Suami yang dapat membimbingku ke jalan-Nya,

Suami yang penyayang dan setia,Suami yang sabar dengan kerenahku dan putera puteri kita,


Suami yang penuh tanggungjawab,Suami yang sempurna di mataku..


Duhai bakal suamiku..Aku ini kuat cemburu,Aku ini terlalu manja,Aku mahu kau sentiasa disisiku,Aku mahu kau setia bersamaku,Aku mahu kau menjadi milik mutlak aku dan anak-anak,Aku akan berusaha memberi yang terbaik untukmu,Makan minummu,Pakaianmu dan lenamu,Kesihatanmu,Aku akan menjagamu dengan sebaik-baiknya..~InsyaAllah~


Andai aku tidak memuaskan hatimu,Tegurlah dengan lemah lembut,Belailah aku dengan kasih sayang,

Hargailah aku sebagai seorang perempuan,Hargailah aku sebagai ibu kepada anak-anakmu..

Aku tetap terus menunggumu,Aku tetap terus merinduimu,


Segeralah hadir dalam hidupku


Permudahkanlah urusan jodohku Ya Allah..Hanya Kau yang mengetahui isi hatiku..


♥ SEMOGA BERMANFAAT ♥


Barakallaahu fiykum wa jazzakumullah khoir


♥Sebelum Engkau Halal Bagiku♥


♥SALAM SANTUN UKHUWAH♥


Semoga apa yang telah disampaikan ini ada manfaatnya,


Bila ada salah lisan tak bermakna mohon dimaafkan yang benar itu pasti datangnya dari Allah S.W.T dan yang salah itu datangnya dari kelemahan diri ana pula.


Wallahù'alam bíshawab Wabíllahí taùfík walhídayah,

Jumat, 09 Desember 2011

Istriku bukan bidadari, Tapi akupun bukan malaikat

~::* Istriku Bukan Bidadari,Tapi Aku Pun Bukan Malaikat*::~

السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
Alhamdulillah, salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.

Anda telah berkeluarga? Bagaimana pengalaman Anda selama mengarungi bahtera rumah tangga? Semulus dan seindah yang Anda bayangkan dahulu?
Mungkin saja Anda menjawab, “Tidak.”
Akan tetapi, izinkan saya berbeda dengan Anda, “Ya,” bahkan lebih indah daripada yang saya bayangkan sebelumnya.

Saudaraku, kehidupan rumah tangga memang penuh dengan dinamika, lika-liku, dan pasang surut. Kadang Anda senang, dan kadang Anda bersedih. Tidak jarang, Anda tersenyum di hadapan pasangan Anda, dan kadang kala Anda cemberut dan bermasam muka.
Bukankah demikian, Saudaraku?
Berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam rumah tangga senantiasa menghiasi hari-hari Anda. Semakin lama umur pernikahan Anda, maka semakin berat dan bertambah banyak perjuangan yang harus Anda tunaikan.
Tanggung jawab terhadap putra-putri, pekerjaan, karib kerabat, masyarakat, dan lain sebagainya.
Di antara tanggung jawab yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan Anda ialah tanggung jawab terhadap pasangan hidup Anda.

Sebelum menikah, sah-sah saja Anda sebagai calon suami membayangkan bahwa pasangan hidup Anda cantik rupawan, bangsawan, kaya raya, patuh, pandai mengurus rumah, penyayang, tanggap, sabar, dan berbagai gambaran indah.
Bukankah demikian, Saudaraku?

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Biasanya, seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Al-Qurthubi menjelaskan makna hadits ini dengan berkata, “Empat pertimbangan inilah yang biasanya mendorong seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Dengan demikian, hadits ini sebatas kabar tentang fakta yang terjadi di masyarakat, dan bukan perintah untuk menjadikannya sebagai pertimbangan. Secara tekstual pun, hadits ini menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi seorang wanita dengan keempat pertimbangan itu. Akan tetapi, hendaknya pertimbangan agama lebih didahulukan.”

Keterangan al-Qurthubi ini semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
‘Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara. Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan. Akan tetapi, hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya. Sungguh, seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi ia patuh beragama, lebih utama dibanding mereka semua.’” (Hr. Ibnu Majah; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits yang lemah)

Akan tetapi, sekarang, setelah Anda menikah, terwujudkah seluruh impian dan gambaran yang dahulu terlukis dalam lamunan Anda?

Bila benar-benar seluruh impian Anda terwujud pada pasangan hidup Anda, maka saya turut mengucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat. Bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati atau kecewa.
Saudaraku, besarkan hati Anda, karena nasib serupa tidak hanya menimpa Anda seorang, tetapi juga menimpa kebanyakan umat manusia.

عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Banyak lelaki yang berhasil menggapai kesempurnaan, sedangkan tidaklah ada dari wanita yang berhasil menggapainya kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya, kelebihan Aisyah dibanding wanita lainnya bagaikan kelebihan bubur daging [1] dibanding makanan lainnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Saudaraku, berbahagia dan berbanggalah dengan pasangan hidup Anda, karena pasangan hidup Anda adalah wanita terbaik untuk Anda!

Anda tidak percaya? Silakan Anda membuktikannya. Bacalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, lalu terapkanlah pada istri Anda.
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia puas dengan perangainya yang lain.” (Hr. Muslim)
Saudaraku, Anda kecewa karena istri Anda kurang pandai memasak? Tidak perlu khawatir, karena ternyata istri Anda adalah penyayang.

Anda kurang puas dengan istri Anda yang kurang pandai mengurus rumah dan kurang sabar? Tidak usah berkecil hati, karena ia begitu cantik rupawan.

Anda berkecil hati karena istri Anda kurang cantik? Segera besarkan hati Anda, karena ternyata istri Anda subur sehingga Anda mendapatkan karunia keturunan yang shalih dan shalihah. Coba Anda bayangkan, betapa besar penderitaan Anda bila Anda menikahi wanita cantik akan tetapi mandul.
Demikianlah seterusnya.

Tidak etis dan tidak manusiawi bila Anda hanya pandai mengorek kekurangan istri, namun Anda tidak mahir dalam menemukan kelebihan-kelebihannya. Buktikan Saudaraku, bahwa Anda benar-benar seorang suami yang berjiwa besar, sehingga Anda peka dan lihai dalam membaca kelebihan pasangan Anda.

Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya. Aisyah mengisahkan,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى . قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ: قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ
“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan, Aisyah bertanya, ‘Darimana engkau dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Adapun bila engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah, ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’” (Muttafaqun ‘alaihi)

Demikianlah teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau begitu peka dengan suasana hati istrinya, sehingga beliau bisa membaca isi hati istrinya dari ucapan sumpahnya. Walaupun Aisyah berusaha untuk menyembunyikan isi hatinya, tetap bermanis muka, senantiasa berada di sanding Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbicara seperti biasa, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menebak suasana hatinya dari perubahan cara bersumpahnya. Luar biasa, perhatian, kejelian, dan kepekaan yang tidak ada bandingnya.
Tidak mengherankan, bila beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Orang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik dalam memperlakukan istrinya, dan aku adalah orang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan istriku.” (Hr. At-Tirmidzi)

Bagaimana dengan Anda, Saudaraku? Dengan apa Anda dapat mengenali dan meraba suasana hati pasangan Anda?
Saudaraku, tidak ada salahnya bila sejenak Anda kembali memutar lamunan dan gambaran tentang istri ideal dan idaman yang pernah singgah dalam benak Anda. Selanjutnya, bandingkan gambaran istri idaman Anda dengan gambaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kaum wanita berikut ini,

الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah, dan bila engkau bersenang-senang dengannya, niscaya engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan ia adalah bengkok.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعُ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Tidak mungkin istrimu kuasa bertahan dalam satu keadaan. Sesungguhnya, wanita itu bak tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah. Adapun bila engkau biarkan begitu saja, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, (tetapi hendaklah engkau ingat) ia adalah bengkok.” (Hr. Ahmad)

Nah, sekarang, silakan Anda mengorek memori Anda tentang wanita pendamping hidup Anda. Temukan berbagai kelebihan padanya, dan selanjutnya tersenyumlah, karena ternyata istri Anda memiliki banyak kelebihan.

Lalu, bila pada suatu hari Anda merasa tergoda oleh kecantikan wanita lain, maka ketahuilah bahwa sesuatu yang dimiliki oleh wanita itu ternyata juga telah dimiliki oleh istri Anda. Maka, bergegaslah untuk membuktikan hal ini pada istri Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
“Bila engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu! Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)

Demikianlah caranya agar Anda dapat senantiasa puas dan bangga dengan pasangan hidup Anda. Anda selalu dapat merasa bahwa ladang Anda tampak hijau, sehijau ladang tetangga, dan bahkan lebih hijau.

Selamat berbahagia dengan pasangan hidup yang telah Allah karuniakan kepada Anda. Semoga Allah memberkahi bahtera rumah tangga Anda.

Sebaliknya, sebagai calon istri, Anda juga berhak untuk mendambakan pasangan hidup yang tampan, gagah, kaya raya, pandai, berkedudukan tinggi, penuh perhatian, setia, penyantun, dermawan, dan lain sebagainya.
Betapa indahnya gambaran rumah tangga Anda, dan betapa istimewanya pasangan hidup Anda, andai gambaran Anda ini dapat terwujud. Bukankah demikian, Saudariku?

Saudariku, setelah Anda menikah, benarkah seluruh kriteria suami ideal yang pernah menghiasi lamunan Anda ini terwujud pada pasangan hidup Anda?
Bila benar terwujud, maka saya ucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat, dan bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati.
Besarkan hatimu, wahai Saudariku! Percayalah, bahwa pada pasangan hidup Anda ternyata terdapat banyak kelebihan.
Bila selama ini, Saudari ciut hati karena suami Anda miskin harta, maka tidak perlu khawatir, karena ia penuh dengan perhatian dan tanggung jawab.

Bila selama ini, Saudari kecewa karena suami Anda ternyata kurang tampan, maka percayalah bahwa ia setia dan bertanggung jawab.

Andai selama ini, Saudari kurang puas karena suami Anda kurang perhatian dengan urusan dalam rumah, tetapi ia begitu membanggakan dalam urusan luar rumah.

Juga, andai selama ini, sikap suami Anda terhadap Anda kurang simpatik, maka tidak perlu hanyut dalam duka dan kekecawaan, karena ia masih punya jasa baik yang tidak ternilai dengan harta.

Ternyata, selama ini, suami Anda telah menjaga kehormatan Anda, menjadi penyebab Anda merasakan kebahagiaan menimang putra-putri Anda.
Saudariku, Anda tidak perlu hanyut dalam kekecewaan karena suatu hal yang ada pada diri suami Anda. Betapa banyak kelebihan-kelebihan yang ada padanya.

Berbahagia dan nikmatilah kedamaian hidup rumah tangga bersamanya.
Berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap suatu perangai suami Anda dapat menghancurkan segala keindahan dalam rumah tangga Anda. Bukan hanya hancur di dunia, bahkan berkelanjutan hingga di akhirat kelak.
Saudariku, simaklah peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Agar anda dapat menjadikan bahtera rumah tangga Anda seindah dambaan Anda.

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ، قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Aku diberi kesempatan untuk menengok ke dalam neraka, dan ternyata kebanyakan penghuninya ialah para wanita, akibat ulah mereka yang selalu kufur/ingkar.” Spontan, para shahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud adalah mereka kufur/ingkar kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka terbiasa ingkar terhadap perilaku baik, dan ingkar terhadap jasa baik. Andai engkau berbuat baik kepada mereka seumur hidupmu, lalu ia mendapatkan suatu hal padamu, niscaya mereka begitu mudah berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun darimu.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
Anda mendambakan kebahagian dalam rumah tangga?

Temukanlah bahwa kebahagian hidup dan berumah tangga terletak pada genggaman tangan suami Anda. Pandai-pandailah membawa diri, sehingga suami Anda rela membentangkan kedua telapak tangannya, dan memberikan kebahagian berumah tangga kepada Anda.

Percayalah Saudariku, suami Anda adalah pasangan terbaik untuk Anda.
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Bila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, menjaga kesucian dirinya, dan taat kepada suaminya, niscaya kelak akan dikatakan kepadanya, ‘Silakan engkau masuk ke surga dari pintu mana pun yang engkau suka.’” (Hr. Ahmad dan lainnya)

Tidakkah Anda mendambakan termasuk orang-orang mukminah yang mendapatkan kebebasan masuk surga dari pintu yang mana pun?

Kunci Keberhasilan Rumah Tangga
Saudaraku, mungkin selama ini Anda bersama pasangan hidup Anda, terus berusaha mencari pola rumah tangga yang dapat mendatangkan kebahagiaan untuk Anda berdua.

Anda berhasil menemukannya?
Bila Anda berhasil, maka saya ucapkan selamat berbahagia. Adapun bila belum, maka segera temukan kunci keberhasilan rumah tangga Anda pada firman Allah berikut,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 228)

Hak pasangan Anda setimpal dengan kewajiban yang ia tunaikan kepada Anda. Semakin banyak Anda menuntut hak Anda, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus Anda tunaikan untuknya.

Shahabat Abdullah bin ‘Abbas memberikan contoh nyata dari aplikasi ayat ini dalam rumah tangganya.

Pada suatu hari, beliau berkata, “Sesungguhnya, aku senang untuk berdandan demi istriku, sebagaimana aku pun senang bila istriku berdandan demiku, karena Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.’
Aku pun tidak ingin menuntut seluruh hakku atas istriku, karena Allah juga telah berfirman,
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
‘Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.’” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan ath-Thabari)
Bagaimana dengan dirimu, wahai saudara dan saudariku? Kapankah Anda berdandan? Ketika sedang berada di rumah atau ketika hendak keluar rumah? Selama ini, sejatinya, untuk siapa Anda berdandan? Benarkah Anda berdandan untuk pasangan Anda, ataukah Anda berdandan dan tampil menawan untuk orang lain?

Saudaraku, bahu-membahu, saling melengkapi kekurangan, dan saling pengertian adalah salah satu prinsip dasar dalam membangun rumah tangga. Tidak layak bagi Anda untuk berperan sebagai penonton setia ketika pasangan Anda sedang mengerjakan pekerjaannya. Usahakan sebisa Anda untuk turut menyelesaikan pekerjaannya. Demikianlah, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dalam rumah tangga beliau.
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,

كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sebagian pekerjaan istrinya, dan bila beliau mendengar suara azan dikumandangkan, maka beliau bergegas menuju ke mesjid.” (Hr. Bukhari)

Constance Gager, ketua studi sekaligus asisten profesor di Montclair State University, Montclair, New Jersey, mengadakan penelitian tentang hubungan perilaku suami-istri dengan keromantisan dalam bercinta. Ia mengelompokkan para suami yang menjadi objek penelitiannya ke dalam dua kelompok.

Kelompok pertama adalah suami-suami yang tidak peduli dan jarang membantu pekerjaan istri. Kelompok kedua adalah suami-suami yang sering turut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga istri.

Hasilnya luar biasa! Suami di kelompok kedua, yaitu yang sering membantu pekerjaan istrinya, terbukti lebih romantis dan lebih sering memadu cinta dengan pasangannya. Hubungan yang harmonis dan indah, begitu kental dalam rumah tangga mereka.

Sejatinya, penemuan ini bukanlah hal baru, karena secara logika, suami yang dengan rendah hati membantu pekerjaan istrinya pastilah lebih dicintai oleh istrinya. Tentunya, ini memiliki hubungan erat dengan keromantisan suami-istri dalam bercinta.

Sebaliknya, istri yang peduli dengan pekerjaan suami, pun akan mengalami hal yang sama.
Nah, bagaimana dengan diri Anda, wahai Saudaraku?
Selamat membuktikan resep manjur ini! Semoga berbahagia, dan hubungan Anda berdua semakin romantis dan harmonis.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab.